Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pengertian pembelajaran berbasis masalah
Secara garis besar Pembelajaran Berbasis Masalah (PBI) menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problembased learning/PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar, bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:2), pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti pembelajaran proyek, pendidikan berdasarkan pengalaman, pembelajaran autentik, pembelajaran berakar pada kehidupan nyata. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan menfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka.
Pembelajaran berbasis masalah berlandaskan pada psikologi kognitif sebagai pendukung teoritisnya. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa (prilaku mereka) melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada pelajaran berdasarkan masalah kadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun yang lebih lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah oleh mereka sendiri.
Pembelajaran berbasis masalah akan ditelusuri melalui tiga aliran pikiran utama abad ke-20.
1) Dewey dan Kelas Demokratis
Seperti pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian Johan Dewey. Dalam demokrasi dan pendidikan (1916) Dewey menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan yang mana sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang nyata. Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.
2) Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme
Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme dan diatas konsep inilah PBI kontemporer diletakkan. Jean Piaget (1886-1980) seorang ahli psikologis Swiss, selam 50-tahun lebih mempelajari bagaimana anak berpikir dan proses-proses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya.
Pandangan konstruktivisme kognitif dikembangkan banyak didasarkan pada teori Piaget pandangan ini, seperti halnya Piaget, mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan itu tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun, dan memodifikasi pengetahuan awal mereka.
Menurut Piaget, pedagogi yang baik harus melibatkan anak dengan situasi-situasi dimana anak itu mandiri melakukan eksperimen, dalam arti paling luas dari istilah itu mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan yang ia temukan pada saat yang lain.
Lev Vygotsky (1986-1934) adalah seorang ahli psikologi Rusia yang karyanya karena sensor komunis tidak banyak diketahui oleh para ahli psikologi Eropa dan Amerika sampai akhir-akhhir ini. Sementara itu keyakinan Vygotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam berbagai hal. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui. Oleh semua tahap perkembangan budaya, individu tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya, Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Satu ide kunci yang berkembang dan ide Vygotsky tentang aspek sosial belajar adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, siswa mempunyai dua tingkat perkembangan, tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual didefinisikan sebagai pemfungsian intelektual individu saat ini dan kemampuan untuk belajar sesuatu yang khusus atas kemampuannya sendiri.
Pentingnya ide-ide Vygotsky dalam pendidikan adalah jelas. Pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan guru dan teman sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari guru atau teman sejawat yang lebih mampu.
3) Bruner, dan Pembelajaran Penemuan
Era 1950-an dan 1960-an menunjukkan reformasi kurikulum yang berarti di Amerika Serikat, yang dimulai dengan matematika dan IPA, kemudian meluas ke bidang sejarah, humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Pedalogi dari kurikulum baru meliputi pengajaran berdasarkan aktivitas dimana siswa-siswa diharapkan menggunakan pengalaman dan observasi langsung mereka sendiri.
Jerome Bruner, seorang ahli psikologi Harvard adalah salah seorang pelopor dalam era reformasi kurikulum tersebut. Dia dan koleganya menyediakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai pembelajaran penemuan, sesuatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi. Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan banyaknya pengetahuan siswa tetapi juga menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk penemuan siswa. Pembelajaran berbasis masalah, dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna mahasiswa mempunyai kesempatan dalam memilih dan melakukan penyelidikan apapun baik didalam dan diluar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah. Selain itu, karena masalah itu merupakan masalah kehidupan nyata, pemecahannya memerlukan penyelidikan antar disiplin.
Rujukan:
Ibrahim, Muslimin, Nur. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.
Secara garis besar Pembelajaran Berbasis Masalah (PBI) menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problembased learning/PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar, bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:2), pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti pembelajaran proyek, pendidikan berdasarkan pengalaman, pembelajaran autentik, pembelajaran berakar pada kehidupan nyata. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan menfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka.
Pembelajaran berbasis masalah berlandaskan pada psikologi kognitif sebagai pendukung teoritisnya. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa (prilaku mereka) melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada pelajaran berdasarkan masalah kadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun yang lebih lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah oleh mereka sendiri.
Pembelajaran berbasis masalah akan ditelusuri melalui tiga aliran pikiran utama abad ke-20.
1) Dewey dan Kelas Demokratis
Seperti pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian Johan Dewey. Dalam demokrasi dan pendidikan (1916) Dewey menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan yang mana sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang nyata. Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.
2) Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme
Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme dan diatas konsep inilah PBI kontemporer diletakkan. Jean Piaget (1886-1980) seorang ahli psikologis Swiss, selam 50-tahun lebih mempelajari bagaimana anak berpikir dan proses-proses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya.
Pandangan konstruktivisme kognitif dikembangkan banyak didasarkan pada teori Piaget pandangan ini, seperti halnya Piaget, mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan itu tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun, dan memodifikasi pengetahuan awal mereka.
Menurut Piaget, pedagogi yang baik harus melibatkan anak dengan situasi-situasi dimana anak itu mandiri melakukan eksperimen, dalam arti paling luas dari istilah itu mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan yang ia temukan pada saat yang lain.
Lev Vygotsky (1986-1934) adalah seorang ahli psikologi Rusia yang karyanya karena sensor komunis tidak banyak diketahui oleh para ahli psikologi Eropa dan Amerika sampai akhir-akhhir ini. Sementara itu keyakinan Vygotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam berbagai hal. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui. Oleh semua tahap perkembangan budaya, individu tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya, Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Satu ide kunci yang berkembang dan ide Vygotsky tentang aspek sosial belajar adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, siswa mempunyai dua tingkat perkembangan, tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual didefinisikan sebagai pemfungsian intelektual individu saat ini dan kemampuan untuk belajar sesuatu yang khusus atas kemampuannya sendiri.
Pentingnya ide-ide Vygotsky dalam pendidikan adalah jelas. Pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan guru dan teman sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari guru atau teman sejawat yang lebih mampu.
3) Bruner, dan Pembelajaran Penemuan
Era 1950-an dan 1960-an menunjukkan reformasi kurikulum yang berarti di Amerika Serikat, yang dimulai dengan matematika dan IPA, kemudian meluas ke bidang sejarah, humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Pedalogi dari kurikulum baru meliputi pengajaran berdasarkan aktivitas dimana siswa-siswa diharapkan menggunakan pengalaman dan observasi langsung mereka sendiri.
Jerome Bruner, seorang ahli psikologi Harvard adalah salah seorang pelopor dalam era reformasi kurikulum tersebut. Dia dan koleganya menyediakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai pembelajaran penemuan, sesuatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi. Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan banyaknya pengetahuan siswa tetapi juga menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk penemuan siswa. Pembelajaran berbasis masalah, dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna mahasiswa mempunyai kesempatan dalam memilih dan melakukan penyelidikan apapun baik didalam dan diluar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah. Selain itu, karena masalah itu merupakan masalah kehidupan nyata, pemecahannya memerlukan penyelidikan antar disiplin.
Rujukan:
Ibrahim, Muslimin, Nur. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.