Masalah Pengelolaan Keuangan Desa
Masalah Pengelolaan Keuangan Desa |
Saat ini, hampir semua mata tertuju pada desa. Mulai dari para pejabat, akademisi, politikus, pengamat maupun aktivis NGO sama-sama ingin melihat desa dari dekat. Mereka ingin melihat, bagaimana dinamika pembangunan desa saat ini, dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Begitu besarnya perhatian para pihak terhadap desa, tidak lain akibat pemberian dana desa yang jumlahnya makin besar oleh Pemerintah (pusat). Ini menunujukkan bahwa Pemerintah serius memajukan desa sekaligus bukti pemenuhan janji politik Jokowi -JK pada masa kampanye pilpres tahun 2014 lalu.
Keseriusan Pemerintah untuk memajukan desa tentunya tidak hanya mengandalkan ketersediaan regulasi. Namun good will Pemerintah ini butuh support dari seluruh stakeholders, agar tujuan pemerintah memperbaiki dan memajukan desa dapat segera terwujud melalui subsidi dana desa. Untuk mendukung suksesnya pengelolaan keuangan desa, kita butuh para kepala desa dan perangkat desa yang punya kapasitas. Mereka harus paham dan mengerti betul apa isi regulasi tentang desa. Jika tidak, pasti pengelolaan keuangan desa akan mengalami masalah serius ke depannya.
Pengelolaan Keuangan Desa
Sebagai penyelenggara, pemerintah desa tidak hanya mengelola dana desa yang bersumber dari APBN. Selain mengelola dana transfer Pemerintah (pusat), pemerintah desa juga mengelola Alokasi Dana Desa (ADD), Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah, Bantuan Keungan Provinsi serta pendapatan asli desa (PADes).
Secara regulatif semua keuangan desa ini akan terdokumentasi dalam bentuk APBDes. Yang pengelolaannya mengikuti berbagai petunjuk peraturan perundang-undangan. Ini artinya, pemerintah desa tidak lagi sembarangan mengelola keuangan desa. Sekalipun otoritas sebagai kuasa pengguna anggaran dan pengguna anggaran ada pada seorang kepala desa.
Menurut ketentuan umum pasal 1 ayat 6, Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Batasan ini sungguh jelas dan point pertama yang patut kita pahami bersama adalah perencanaan. Perencanaan telah menjadi icon sekaligus syarat dasar bagi pengelolaan keuangan desa. Karena itu, sebagai penyelenggara, pemerintah desa wajib menyediakan dokumen perencanaan sebelum mengelola keuangan desa.
Ada tiga jenis dokumen penting perencanaan yang mesti disediakan oleh pemerintah desa. Ketiga dokumen tersebut adalah RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Secara legalitas ketiga dokumen ini telah diatur dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa serta peraturan terkait lainnya tentang desa. Tanpa dokumen ini pemerintah desa tidak boleh mengelola keuangan desa. Jika pemerintah desa memaksakan diri, pasti akan timbul masalah dalam pengelolaan keuangan desa.
Masalah Keuangan Desa
Menurut saya, ada beberapa masalah dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan desa selama ini. Pertama, keterbatasan regulasi. Bahwa good will dan political will pemerintah dengan menghadirkan regulasi khusus tentang desa sampai saat ini tidak cukup membantu kepala desa dan perangkatnya.
Kondisi ini terlihat jelas dari adanya keterlambatan dan kesulitan pemerintah desa dalam penyusunan perencanaan kegiatan dan keuangan desa. Hampir semua perundang-undangan desa yang memerintahkan adanya turunan peraturan melalui Perda dan Perbup sama sekali belum ditindaklanjuti. Contoh konkret adalah tidak adanya Perbup tentang perencanaan desa sebagai perintah pasal 89 Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, perbup tentang daftar kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa sebagai perintah pasal 18 Permendesa Nomor 1 Tahun 2015, perbup tentang teknis penggunaan dana desa (APBN) tahun 2016 sebagai perintah pasal 11 Permendesa Nomor 21 Tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2016.
Peraturan lain yang mesti disediakan oleh Bupati melalui SKPD terkait, misalnya Perbup tentang pengadaan barang dan jasa di desa, serta perbup tentang pengelolaan keuangan desa. Padahal, turunan regulasi-regulasi ini sangat penting untuk membantu kepala desa dan perangkatnya. Semua regulasi yang ada saat ini sifatnya masih abstrak. Yang diatur adalah hal-hal bersifat umum.
Kedua, ketiadaan anggaran. Tidak ada anggaran untuk membiayai penyusunan Design dan RAB. Selain itu, insentif untuk Tim Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) juga tidak ada, termasuk TPK Desa. Padahal mereka adalah para pelaksana teknis. Sukses tidaknya pengelolaan keuangan desa terletak pada kontribusi mereka. Pengabaian atas jasa mereka bisa saja jadi masalah bagi pemerintah desa itu sendiri.
Ketiga, kurang kapasitas dan personalia. Mengelola keuangan desa tidak hanya mengandalkan kuasa kepala desa dan perangkatnya. Tetapi butuh keterlibatan berbagai stakeholders yang ada di desa. Apalagi saat ini desa telah mengelola dana dalam jumlah besar. Untuk itu, desa perlu memiliki orang yang mahir agar membantu menyusun RPJMDes, RKPDes, Design & RAB serta APBDes.
Selama ini, Design & RAB serta dokumen lainnya disusun asal jadi. Tata cara dan kaidah teknis atau unsur akademis selalu diabaikan. Yang diutamakan oleh pemerintah desa adalah formalitasnya. Soal kebenaraan isi, itu urusan kemudian. Bagi mereka yang penting target bisa tercapai. Jadi bukan proses yang mereka perhatikan. Bagi saya, ini sesuatu yang aneh.
Bagaimana mungkin kita mengelola dana dalam jumlah besar, sementara membelanjakan bahan, alat, dan upah tidak ada yang hitung RAB-nya. Syukur kalau di desa ada warga yang ahli di bidang infrastruktur. Pengalaman saya selama terlibat bersama PNPM-MPd, sulit sekali kita menemukan kader teknik atau warga yang memiliki kemampuan dan komitmen tinggi untuk mau belajar menguasai bidang teknik. Persoalan yang sering kita temukan di lapangan adalah masih banyak administrasi pelaporan dan pertanggungjawaban yang belum dikerjakan, misalnya LPPD maupun LKPj.
Keempat, pengawasan. Pengelolaan keuangan desa masih minim pengawasan dan kurangnya pengetatan terhadap penggunaan anggaran. Fakta lapangan menunjukkan bahwa partisipasi publik terhadap pengelolaan keuangan desa masih terbatas dan kurang fokus. Pengawasan lebih mengandalkan prosedur regular. Yang diutamakan hanyalah peran Badan Permusyawaratan Desa/BPD.
Usul Saran
Pengelolaan keuangan desa bagi saya sebenarnya tidak ada masalah. Jika semua regulasi yang belum mengatur secara jelas dibuat sedetail mungkin melalui berbagai peraturan turunan, seperti peraturan bupati, SK maupun juklak/juknis. Sepanjang kita bisa menyiapkan perangkat peraturan ini dengan baik, maka seluruh jenis pengelolaan keuangan desa pasti tepat sasaran.
Selain ketersediaan peraturan di atas, hal lain yang mesti disiapkan oleh pemerintah desa adalah dokumen RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Ketiga jenis dokumen penting ini harus dilegalisasi dengan peraturan desa. Tanpa peraturan desa, ketiga dokumen tersebut tidak akan bisa digunakan dan bermakna bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu, sinergisitas pemerintah desa dan BPD serta tim penyusun hendaknya selalu terbangun dengan baik dalam menyediakan dokumen perencanaan desa. Tidak boleh ada konflik antar kelembagaan di desa.
Penguatan kapasitas untuk tim PTPKD dan TPK Desa harus lebih sering dilakukan. Wujudnya bisa melalui IST, OJT dan bimtek. Selain itu, bisa juga dilakukan reposisi personalia pengelola keuangan desa. Untuk memperkuat kapasitas pengelola keuangan desa, tentunya kita juga perlu memperhatikan aspek pendanaannya.
Harus jelas sumber anggaran untuk insentif bagi para tim pengelola keuangan desa. Satu hal yang mesti kita ketahui bersama, bahwa pemerintahan desa tidak bisa paham dan menjadi mampu dengan sendirinya. Tanpa ada intervensi positif dan pendampingan, sampai kapapun pemerintah desa tidak akan tahu. Kita tidak boleh melakukan pembiaran terhadap pemerintah desa. Di sinilah pemerintah daerah dan pendamping profesional harus hadir..
Artinya, para pimpinan SKPD sebagai pembantu bupati wajib menyediakan segala perangkat aturan yang dapat membantu pemerintah desa, mendesain anggaran, serta memberi telaahan yang konstruktif. Jadi tidak mesti semua menunggu perintah bupati. Jika semua menuggu, pasti jelas terlambat. Sudah saatnya, para pimpinan SKPD harus lebih inovatif dan terlibat secara utuh dalam segala jenis pengelolaan keuangan desa.
Sejalan dengan besarnya harapan publik terhadap pengelolaan keuangan desa. Pemerintah daerah juga mestinya mulai melibatkan partisipasi masyarakat dalam seluruh pengelolaan keuangan desa atau membangun Community Based Monitoring (CBM).*
Sumber: http://kupang.tribunnews.com/, 8 April 2016 19:12 "Masalah Pengelolaan Keuangan Desa" oleh Kristo Relianus (Mantan Asisten Faskab PNPM-MPd Kab. Sikka).